Pentingnya mengenal, mengingat, melestarikan, serta menghidupi peristiwa masa lalu atau bernilai sejarah adalah wujud konkrit bagaimana kita memahami jatidiri sebagai bangsa. Sekaligus menggali nilai-nilai positif yang layak menjadi warisan abadi bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Kerangka pemikiran inilah yang salah satu mendasari tema gelaran ‘Mbulan Ndhadhari’ yang telah menapaki episode ke-23.
Kegiatan yang tiap bulan secara rutin diadakan ini, pada gelaran bulan September 2024 atau episode ke-23 mengambil tema “Ruang Waktu Literasi Masa Lalu”. Pilihan tema ini juga tak lepas untuk menyambut peringatan HUT Kabupaten Magetan pada bulan Oktober nanti. Kegiatan yang digelar pada Selasa malam (10/9) sekaligus merupakan salah satu rangkaian dalam Pekan Kunjung Perpustakaan Tahun 2024. Acara yang dikemas begitu cair dan santai dalam bentuk saresehan ini mengulas beberapa peristiwa sejarah yang sangat menarik, diantaranya tentang Makam Kembang Sore Pacalan, Masjid Kuno At-Taqwa Dusun Godhegan, Tamanarum-Parang, situs Sendang Kamal Maospati, serta sejarah dan manuskrip di Desa Sayutan Parang. Selain itu, untuk menghangatkan suasana iringan akustik dari grop Jalur Musik turut dihadirkan. Tidak sedikit para peserta yang ikut menyumbangkan suara emasnya dengan lagu-lagu populer kekikian.
Salah satu bahasan yang dilontarkan Abdul Rohman, salah satu narasumber yang juga merupakan sejarawan dan pegiat budaya di Magetan, mengenai asal-usul atau sejarah berdirinya Kabupaten Magetan cukup memantik perhatian para tamu undangan yang hadir. Beliau menyatakan bahwa sudah saatnya sejarah kabupaten Magetan dilakukan revisi, karena hal itu akan dapat menjadi salah satu ukuran kemajuan perkembangan peradaban dan budaya di Magetan. Revisi yang diperlukan adalah mengenai data dan sumber sejarah yang terbaru. Salah satu yang dicontohkan adalah nama “Magetan” sebenarnya sudah dikenal jauh sebelum tanggal yang disepakati dan diakui sebagai narasi sejarah resmi yaitu 12 Oktober 1675. Disebutkan bahwa nama Magetan sudah disebutkan pada masa Sultan Agung diangkat menjadi Raja pertama Mataram. Berdasar Babad Momana, Sultan Agung pada awal menjabat sebagai Raja Mataram (sekitar tahun 1613 – 1615an), menyusun peta wilayah untuk menentukan nilai pajak yang harus disetorkan masing-masing daerah ke Mataram, dimana salah satunya adalah Kadipaten Magetan. Demikian pula urutan Bupati atau Adipati Magetan kiranya perlu direvisi sesuai data sumber primer yang ditemukan. Tentunya hal-hal ini menjadi sangat relevan dengan sejarah Kabupaten Magetan.
Harapan ke depan yang dititipkan oleh para narasumber maupun tamu undangan saresehan yang hadir, adalah apa yang menjadi bahan diskusi pada kegiatan Mbulan Ndhadhari episode ke-23 ini, khususnya tentang sejarah Kabupaten Magetan, kiranya dapat ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah melalui dinas-dinas yang terkait. Revisi atau pembaharuan sejarah sesuai data-data sumber primer yang dapat dipertanggungjawabkan pada hakekatnya adalah hal yang umum dan tidak tabu untuk dilakukan. (san)