Bedug Masjid Nglengki Berusia sekeliling 250 Tahun, tetap Difungsikan Sebagai Tanda masa Masuk Sholat
Masjid Nglengki di Desa Geplak Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur diduga menjadi masjid tertua di Kabupaten Magetan karena diperkriakan telah berusia lebih dari 250 tahun.
Pengasuh Masjid Nglengki Ustad Muhamad Rafiq Husain mengatakan, tidak ada bukti tertulis bilaman masjid yang berada di tengah perbukitan dengan dikelilingi hutan jati tersebut bediri, tetapi dari silsilah pengelola masjid yang telah berganti hingga 5 turunan dapat disimpulkan lebih dari 250 tahun. “ Untuk tanda pembangunan masjid kami tidak menemukan, tetapi dari cerita turun temurun masjid ini di bangun oleh kakek buyut kami, yang membangun masuk kakek buyut kami Kyai Rofii,” ujarnya.
Tidak ada tanda penanggalan dalam bangunan masjid yang di rintis oleh Kyai Rofii. Kyai Rofii berasal dari Brebes Jawa Tengah yang ketika itu mondok di daerah bagian Timur Pulau Jawa. Pada ketika itu setelah menamatkan pendidikan di pondok, Kyai Rofii oleh gurunya dipesan untuk mengembangkan religi di daerah lain atau diluar daerah Brebes. “Kyai Rofii sempat bermukim dan menikah di daerah Mundu Madiun, tetapi merasa kurang sreg mengembangkan syiar religi disana, kemudian beliau hijrah ke daerah Barat dan sampai di kawasan Nglengki ini. Untuk pembangunan masjidnya tidak ada tanda atau catatan bilaman dibangun,” imbuhnya.
Disebelah selatan bangunan Masjid Nglengki tetap tersisa bangunan yang berukuran sekeliling 4X6 meter yang terbuat dari batu bata dengan plesteran dari tanah liat yang merupakan tempat belajar para santri pada ketika itu. Pada ketika itu kawasan seluas lebih dari 200 meter persegi di sekeliling masjid merupakan kawasan bangunan pondok pesantren. “ sekeliling 200 meter kearah timur masjid, kita tetap dapat temukan bekas pondasi bangunan yang terbuat dari bata yang ukurannya besar dengan plester tanah. Dulu kawasan sini kawasan pondok pesantren tradisional,” ucapnya.
Bedug berusia 250 tahun
Pada masa itu Kyai Rofii mempunyai seorang putri yang banyak ditaksir oleh para santri. Karena sudah memasuki akil baliq, Kyai Rofii kemudian membikin sayembara dimana para santri yang dapat membikin bedug dengan bunyi menggelegar, maka santri tersebut akan dinikahkan dengan putrinya. Sejumlah santri mengikuti sayembara yang diumumkan oleh Kyai Rofii tersebut.
Zainal Musofa salah satu santri yang berasal dari Plaosan juga mengikuti sayembara yang diadakan oleh Kyai pengasuh pondok pesantren Nglengki tersebut. Pada ketika itu Zainal Mustofa mencari kayu bedug dari kaki Gunung Lawu. Setelah selesai dibuat, bedug dari kayu nangka yang mempunyai diameter lebih dari satu meter tersebut digelindingkan dari Plaosan menuju Pondok Pesantren Nglengki untuk membawanya. “ Dari sejumlah berdug yang dipukul, hanya bedug Kyai Zainal Mustofa yang bunyinya nyaring,” kata Ustad Muhamad Rafiq Husain.
Keduanya kemudian dinikahkan dan atas saran dari Kyai Rofii, kekasih pengantin tersebut kemudian mengembangkan syair religi di daerah Sobontoro, daerah yang berada di sebelah Barat Pesantren Nglengki kurang lebih 10 kilometer dari pesantren.
Sayangnya ketika ini kawasan Masjid Nglengki tak lagi ada kegiatan pondok pesantren. Diperkirakan pasca meninggalnya Kyai Rofii kegiatan Pondok Pesantren Nglengki mulai sunyi. Meski demikian sejumlah penduduk tetap sering terlihat mengunjungi bangunan bekas pondok serta Masjid Nglengki.
Bangunan masjid Nglengki berupa tiang primer, sejumlah pintu dan mimbar khotbah yang terbuat dari kayu jati dipercaya tetap merupakan peninggalan pada awal Masjid Nglengki dibangun. Bahkan bedug yang dibuat oleh Kyai Roffi untuk mengikuti sayembara tersebut tetap terawat dengan bagus. Bedug tersebut bahkan tetap difungsikan sebagai penanda masa masuk sholat. Bedug dengan penyangga kayu jati tersebut diletakkan di teras masjid.
Bahkan di setiap Bulan Ramdhan bedug tersebut ditabuh dengan tetabuhan kombinasi pukulan bedug dengan pukulan kayu bedug yang menghasilkan ritme music untuk mengiringi sholawat untuk kegiatan remaja yang melakukan sholat di Masjid Nglengki. “ tetap kita fungsikan untuk sholat Jumat atau ketika Bulan Ramadhan anak anak di masjid sini tetap kotekan dengan bedug ini. Untuk badan bedugnya yang terbuat dari kayu nangka tetap asli, hanya kulit sapinya yang diganti,” pungkas Ustad Muhamad Rafiq Husain.(Diskominfo / kontrib.skc / fa2 / IKP1)